Friday 28 March 2014

Kritik Mimetik Karya Sastra pada Puisi

Kerinduan dalam Puisi Mengartikanmu
karya Indah Darmastuti
Dosen Pengampu             : Ambarini Asriningsari, Dra.,M.Hum
Mata Kuliah                     : Kapita Selekta Sastra   
Oleh : 
TOMMY FAESOL
08410287
6F / PBSI
 
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
IKIP PGRI SEMARANG
2011

a.    Kerinduan dalam Mengartikanmu karya Indah Darmastuti
Mengartikanmu
Kelopak melati cintaku
Mengantar mekar, mengumbar wangi setanggi temui hatimu
Kau yang di jauh
Kau yang tak tersentuh oleh jejariku dengan madu yang menyepuh
Manis tercecap gelapkan bibir hausmu
Mengayuh rengkuh tatkala rindu hadir menggebu
Ingin kuselimutkan padamu, rambutku yang telah kucuci
Ingin kutidurkan engkau dalam gelaran zaman yang teranyam
Lalu kukidungkan nyanyian sukma dan doa tanpa ratap dan air mata
Lalu kau akan terbangun pada pagi
Tanpa kau temui tubuhku berada di sisi
Selain wangi melati
yang mengantarmu menjumpai hadirku dalam bayang dan mimpi
        Semua puisi diciptakan pengarang pasti punya maksud dan tujuan. Maksud dan tujuan tersebut bisa diungkapkan secara implisit, namun kebanyakan maksud dan tujuan puisi diungkapkan oleh pengarang secara eksplisit. Maka dari itu perlu penafsiran lebih lanjut agar dapat memahami sesuatu hal yang sebenarnya ingin disampaikan pengarang pada pembaca.
        Penafsiran isi puisi dapat dilakukan dengan menempuh 4 langkah ancangan semiotik. Langkah pertama adalah mencari hal yang menjadi penanda utama. Langkah kedua, puisi tersebut ditelaah pada penggunaan kata yang bermakna denotatif dan konotatif. Langkah ketiga untuk menganalisis paradigmatik. Dan langkah yang terakhir adalah mengalisis sintagmatiknya.
b.   Penanda utama
Penanda utama pada puisi ini adalah pada baris /Mengayuh rengkuh tatkala rindu hadir menggebu/, frasa /mengayuh rengkuh/ dimaknai dengan usaha maksimal yang telah dilakukan sangat melelahkan, frasa ini dihubungkan dengan /tatkala rindu hadir menggebu/, baris ini dapat dimaknai dengan usaha maksimal yang melelahkan dilakukan Si aku untuk mengobati kerinduan pada kekasihnya. Penanda utama berikutnya adalah pada baris /yang mengantarmu menjumpai hadirku dalam bayang dan mimpi/. Baris ini dapat dimaknai pada akhirnya kekasihnya hanya dapat menjumpai Si aku dalam bayang dan mimpi karena kenyataannya kini antara Si aku dan kekasihnya sudah berbeda alam. Dari dua baris yang disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam Puisi ini mengungkapkan betapa besar usaha yang dilakukan Si aku ketika rindu kekasihnya namun kerinduan itu tidak terobati, dan  Si aku berusaha memberi tahu pada kekasihnya betapapun usaha yang dilakukan, tetap saja Si aku tidak bisa ditemui selain dalam bayang dan mimpi.
c.    Denotasi dan Konotasi
Bait 1 :
Kata yang digunakan penyair secara denotatif pada bait pertama adalah : / /cintaku/ /mengumbar/ /temui/ /hatimu/. Adapun kata – kata yang bersifat konotatif adalah : /kelopak melati/ /mengantar mekar/ /wangi setanggi/.
Kata /kelopak melati/ berkonotasi dengan tanda bahwa bunga – bunga melati di tanah pekuburan sudah layu yang tinggal kelopaknya saja. Kata /mengantar mekar/ dikonotasikan dengan menambah rasa rindu. Kata /wangi setanggi/ berkonotasi dengan wewangian yang digunakan ahli metafisika untuk memanggil arwah atau sejenisnya. Setanggi seperti halnya kemenyan, bila dibakar maka aura magis akan mengalir disekitarnya.
Pada bait ini dapat dimaknai bahwa ketika Si aku mengunjungi makam kekasihnya, Ia semakin rindu dan sangat ingin menemui kekasihnya. Maka wangi setanggi merupakan kerinduan yang terdalam dari Si aku pada kekasihnya.
Bait 2 :
        Kata - kata yang digunakan penyair secara denotatif pada bait kedua adalah : /kau/ /yang di jauh/ /kau/ /yang tak tersetuh/ /oleh/ /jejariku/ /manis/ /yang/ /tercecap/ /gelapkan/. Sedangkan kata – kata yang berkonotasi adalah : /madu/ /menyepuh/ /bibir hausmu/.
        Kata /madu/ berkonotasi dengan keadaan bahagia atau damai. Apalagi kata /madu/ dihubungkan dengan kata /menyepuh/, /menyepuh/ sering dikaitkan dengan peningkatan kadar logam emas agar semakin kuning. Emas berwarna kuning, dan madu sendiri juga berwarna kuning. Jadi konotasi dari /madu yang menyepuh/ adalah kedamaian yang tidak ada bandingannya. Frasa /bibir haus/ berkonotasi dengan tidak dapat berkata apa – apa.
        Pada bait ini dimaknai kekasih yang kini tak tersentuh lagi sudah tidak dapat meminta sesuatu hal. Walaupun kekasih dalam keadaan damai yang tidak ada bandingannya, tetapi untuk hubungan dengan kekasihnya, Ia tidak dapat berkata apa – apa lagi.
Bait 3 :
        Pada bait ketiga kata – kata yang bermakna denotatif adalah : /mengayuh/ /tatkala/ /rindu/ /hadir/ /menggebu/ /ingin/ /kuselimutkan/ /padamu/ /yang/ /telah/ /kucuci/ /ingin/ /kutidurkan/ /engkau/ /dalam/ /zaman/ /yang/ /lalu/ /kukidungkan/ /nyanyian/ /dan/ /doa/ /tanpa/ /ratap/ /dan/ /airmata/. Adapun kata yang bermakna konotatif adalah /rengkuh/ /rambutku/ /gelaran/ /teranyam/.
        Kata /rengkuh/ berkonotasi dengan sangat lelah. Apalagi dihubungkan dengan kata /mengayuh/ yang bermakna sudah berusaha semaksimal mungkin. Kata /rambutku/ berkonotasi dengan mahkota. /gelaran/ berkonotasi dengan keadaan yang nyata. /teranyam/ berkonotasi dengan sesuatu hal yang memang sudah dirancang, dapat dikatakan sesuai dengan takdir.
        Pada bait ini dapat dimaknai bahwa Si aku telah berusaha semaksimal mungkin, namun Si aku menjadi sangat lelah ketika rindu pada kekasihnya tidak teobati. Si aku ingin memberi mahkota yang dimilikinya. Ia ingin mengerti keadaan sebenarnya tentang kejadian yang sedang terjadi dan ingin menerima keadaan yang ada tersebut dengan jiwa yang tulus tanpa ada kesedihan.
Bait 4 :
        Pada bait keempat, kata – kata yang bermakna denotatif adalah : /lalu/ /kau/ /akan/ /terbangun/ /pada/ /tanpa/ /kau/ /temui/ /tubuhku/ /berada/ /di sisi/ /selain/ /wangi/ /yang/ /mengantarmu/ /menjumpai/ /dalam/ /bayang/ /dan/. Adapun kata –kata yang bermakna konotatif adalah /pagi/ /melati/ /hadirku/ /mimpi/.
        Kata /pagi/ berkonotasi dengan awalnnya hari. Tapi dalam hal ini maksudnya awalnya kehidupan yang baru. Kata /melati/ berkonotasi dengan keadaan yang suci bahwa kekasih sudah meninggal dunia. Kata /bayang/ berkonotasi dengan kenangan semasa hidup. Dan kata /mimpi/ berkonotasi dengan keinginan yang tidak mungkin terlaksana.
        Pada bait ini dapat dimaknai Penyair ingin menyampaikan pada kekasihnya bahwa Ia sudah tidak dapat menemani. Kini Sang kekasih harus menerima kenyataan yang ada. Kekasih hanya bisa membawa kenangan semasa hidup dalam bayangan dan keinginannya pada Si aku tidak mungkin terlaksana.
  1. Intepretasi Tanda
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa makna yang diungkapkan Penyair dalam puisi Mengenangmu adalah bila hubungan dengan kekasih sudah diakhiri dengan ajal, maka tidak dapat dirtawar lagi. Walaupun usaha yang dilakukan sudah maksimal, namun tidak akan dapat mempesatukannya lagi. Semua harus menerima kenyataan yang ada. Sang kekasih hanya dapat membawa bayangan dengan Si aku selama masih hidup, dan tentang keinginannya pada Si aku, itu tidak mungkin terjadi.
Dari analisis tersebut di atas berdasarkan model semiotik sastra, nilai yang terkandung dalam puisi Mengartikanmu dapat digambarkan dengan diagram sebagai berikut :


 

Pengalaman literer
Pembaca mandapatkan pengalaman
bahwa usaha semaksimal apapun bila kenyataannya
sudah berbeda alam, maka harus diterima dengan ikhlas
(EL)
Keterangan      :
A         : Pengarang (Author)
W        : Karya Sastra (Written)
S          : Struktur Karya Sastra (Stucture)
R         : Pembaca (Reader)
Lic       : Makna berdasarkan Konvensi Sastra (Literary Convensi)
LaC     : Makna berdasarkan Konvensi Bahasa (Language Convensi)
U         : Bersifat umum / semesta (universal)
V         : Nilai dalam Karya Sastra (Value)
EL       : Pengalaman literer Pembaca dari Pengarang (Expresiv Literer)

RESENSI BUKU KUMPULAN CERPEN SENYUM KARYAMIN KARYA AHMAD TOHARI

RESENSI SENYUM KARYAMIN
Sebenarnya, “Kata Penutup” dari Sapardi Djoko Damono sudah cukup mewakili untuk membicarakan kumpulan cerpen Ahmad Tohari ini. Cerpen-cerpen yang dipublikasikan sepanjang tahun 80-an ini menciptakan sebuah dunia yang terasa asing bagi orang-orang yang telah lebur menjadi bagian dari kota besar. Tohari, menurut Damono, rupanya memiliki sesuatu yang penting yang harus disampaikan kepada kita. Beberapa contoh masalah dalam masyarakat, yang diangkat dalam cerpen-cerpennya, kadang berfungsi sebagai lambang masalah lain yang mengatasi kehidupan sehari-hari.
Judul kumpulan cerpen ini adalah Senyum Karyamin. Agaknya, judul itu sendiri dapat menyuratkan makna yang ingin diangkat dalam cerpen-cerpen di dalamnya. Senyum—untuk kepahitan hidup yang sering mendera Karyamin (wakil dari orang-orang desa yang miskin, yang pinggiran, dan juga yang tersingkir dari masyarakat desa) tanpa mengetahui jalan keluar darinya, dari kepahitan itu. Senyum sebagai lambang dari usaha menerima nasib, bahkan menertawainya (!), karena apa boleh buat. Dan dalam hampir 13 cerpen, “senyum” itu ada.
Dalam cerpen “Senyum Karyamin”, seorang tukang batu terpeleset berkali-kali menumpahkan batu-batu kali yang diangkatnya. Sakit. Perutnya lapar tak berisi karena tak ada uang. Sementara utang menumpuk, tengkulak yang menadah batu-batu itu kabur membawa upah mengangkut batu. Belum lagi tagihan untuk sumbangan-sumbangan yang mengancam dari pamong pemerintah setempat. Ia tersenyum.
Senada dengannya ada dalam “Blokeng”. Ia seorang wanita muda yang melahirkan. Tak ada bapak yang sah dari bayinya. Andai Blokeng bukan wanita yang terkucilkan dari masyarakat, mungkin peristiwa itu biasa saja. Satu kampung gerah, jadinya. Tapi Blokeng tetap diam. Bahkan tertawa ketika masing-masing lelaki berulah agar tak disangka sebagai bapak si bayi.
Blokeng yang dikucilkan hampir sama riwayatnya dengan Sulam dalam “Wangon Jatilawang”. Sulam adalah orang yang tak waras. Ibunya juga. Tapi masyarakat menjauhinya. Hidupnya dihabiskan dari pasar ke pasar. Entah apa nafkahnya. Mungkin mengemis, mungkin pula mengais. Dari sisa-sisa rezeki masyarakat, ia menambal perutnya yang lapar.
Ketika lapar bicara, memang terkadang logika dipersetankan. “Surabanglus” bercerita tentang nasib 2 orang pencari kayu bakar yang dikejar-kejar polisi hutan. Mereka dianggap pencuri, meski sudah dipaksa bayar karcis (kadaluarsa) oleh seorang oknum. Dalam pengejaran, lapar mendera hebat. Hingga singkong beracun pun disiapkan untuk mengganjal perut.
Kalau lapar yang bicara karena keadaan ekonomi, maka keadaan ekonomi itu pula sering dijadikan hakim untuk memutuskan. Seorang penyadap nira kelapa, dalam “Jasa-jasa buat Sanwirya,” jatuh dari pohon. Sementara ia berusaha ditolong dengan jasa dukun setempat, para tetangga sibuk membicarakan apa dan siapa yang akan menawarkan jasa untuk diberikan pada korban. Belum lagi menemukan titik terang karena pertimbangan keadaan ekonomi masing-masing penawar jasa, korban dijemput ajalnya.
Lain lagi dengan “Pengemis & Sholawat Badar” dan “Orang-orang di Seberang Kali”. Seperti sinetron-sinetron religius yang menjamur di televisi sekarang, demikian juga dengan 2 cerpen ini. Di terminal Cirebon, seorang lelaki mengemis sambil menyenandungkan “sholawat badar”. Sholawat yang mungkin dipelajarinya di pengajian-pengajian kampungnya jadi modal untuk mencari nafkah di sebuah bis. Tapi ia menuai caci dari kondektur bis. Akibatnya, kita bisa menebak. Begitu pun dalam “Orang-orang di Seberang Kali.” Seseorang yang suka mengadu ayam kesulitan pada waktu ajal menjemputnya. Tangannya mengepak-ngepak, jari-jarinya mencakar-cakar, seperti ayam. Ia meninggal setelah berkokok berkali-kali.
Satu-satunya yang berlatar peristiwa penembakan misterius—yang menghebohkan masyarakat pada tahun-tahun awal 80-an—adalah “Ah, Jakarta”. Biang-biang penjahat ditembaki dan mayat-mayatnya dibiarkan begitu saja teronggok di tempat-tempat umum. Bayangkan, bila salah satu mayat itu adalah teman karib waktu kecil yang membawa nasib buruk dari Jakarta sedangkan tak ada satu pun mau peduli mengurusi mayatnya di kampung.
Berbeda dengan nasib yang dibawa dari Jakarta, kawin di usia dini sering sudah menjadi nasib bagi gadis kampung. Dalam “Si Minem Beranak Bayi”, kandungan yang biasanya 9 bulan, sudah keluar sebelum 7 bulan. Bayi itu seperti anak kucing. Hidup, tapi sebesar lengan. Minem si ibu bayi—berusia 14 tahun—ternyata akan memiliki adik ipar pada saat bakal istrinya itu berusia 12 tahun. Minem rasanya belum tahu bahwa dulu ia lahir waktu ibunya berusia 14 tahun juga.
Dan orang-orang kampung bisa menyombong diri, tak hanya orang-orang kaya. Lewat “Tinggal Matanya Berkedip-Kedip” dan “Kenthus”, Ahmad Tohari bercerita tentang kesombongan orang-orang miskin di kampung. Musgepuk menunjukkan kesombongannya dengan menundukkan si Cepon, seekor kebo yang mogok membajak sawah. Kebo itu memang roboh, tapi tetap tak mau menuruti perintahnya untuk membajak lagi. Adapun Kenthus memandang enteng orang-orang sekampung atas dasar wewenang yang diberikan ketua RT. Ia mempermainkan orang-orang lain dengan wewenang itu yang kebetulan sudah dikabarkan juga melalui mimpinya. Ia yakin sudah mendapat wangsit bagi orang-orang kampung.
Orang-orang sekampung yang girang mendapat listrik, ternyata tidak semua. “Rumah yang Terang” berisi cerita tentang Pak Haji yang menolak listrik di rumahnya. Anak lelakinya, seorang propagandis pemakaian kondom dan spiral, disudutkan tetangga sekitar tentang sikap bapaknya yang menolak listrik itu. Dalam keserbasalahan itu, ajal menjemput bapaknya. Tetangga sekitar lega, padahal alasan Pak Haji menolak itu sebenarnya sederhana sekali.
Menyangkut ajal, bagi orang-orang kampung, pohon pun dapat diancam. Sebatang pohon jengkol tak mau berbuah. Padahal sering berbunga banyak. Pohon itu pun akhirnya diancam akan ditebang, akan dicabut ajalnya, bila tak mau berbuah juga. Pohon jengkol yang disyukuri berbuah ini diceritakan dalam “Syukuran Sutabawor”.
Dalam semua cerpennya itu, Ahmad Tohari hampir selalu mengajukan ironi ke hadapan pembaca. Ada sesuatu yang tertinggal dan mengganjal kesadaran kita sebagai pembacanya. Memang, seperti kata Damono, dunia yang dihadirkan Ahmad Tohari adalah dunia lain yang sering tak pernah terbayang di benak kita. Bukan seperti absurditas yang ditawarkan di dalam cerpen-cerpen Putu Wijaya atau Seno Gumira Ajidarma dan Danarto dalam “Godlob”, bukan pula dunia yang nyaris datar dalam cerpen-cerpen Kuntowijoyo.
Namun terkadang, dalam cerpen-cerpennya itu, Ahmad Tohari sering mendudukkan dirinya sebagai “aku” yang satu-satunya menolong. Seperti ada pesan, ada dakwah, dalam cerita itu. Dalam “Wangon Jatilawang”, seakan terkesan si “aku”-lah satu-satunya yang menolong Sulam. Dalam “Surabanglus”, seolah “aku”-lah yang masih berakal bahwa singkong itu beracun. Demikian pula dalam “Ah, Jakarta” dan “Orang-Orang di Seberang Kali”, “aku” di sana tampil sebagai sang penyelamat dan seolah-olah bukan pribadi yang berlumpur dosa-dosa.
Damono sendiri mengkritik Ahmad Tohari. Menurutnya, Ahmad Tohari kadang-kadang tak bisa menjaga ironi yang ada dalam cerpennya. Ia sering tak mampu menguasai diri untuk menyampaikan pesan secara biasa. Ia sering berlebihan dan terkesan sok pintar. Pada cerpen “Blokeng”, tambah Damono, akhir cerita terkesan dipaksa; Ahmad Tohari memaksa para pembaca untuk mengejek dunia rekaannya itu dengan tertawa keras. Akibatnya, Ahmad Tohari tampak sebagai pemberi “nasihat secara berlebihan” (hal 68-69)
Kumpulan cerpen Ahmad Tohari ini sudah lama terbit. Hanya saja, bagi mereka yang ingin melihat bagian lain dari khasanah cerpen-cerpen sastra Indonesia, cerpen-cerpen Ahmad Tohari ini agaknya memberi gambaran penting; bahwa yang digali tak melulu keadaan sosial-ekonomi masyarakat desa dari sudut pandang kekotaan, bahwa yang diangkat bukan melulu derita orang-orang miskin dalam kesedihannya.

oleh : Rimbun Natamarga

TEKS RENUNGAN PAB PRAMUKA SMA 1 BAE KUDUS

TEKS RENUNGAN PAB PRAMUKA SMA 1 BAE KUDUS
Adik-adik, kialian disini tidak sendiri, ada kami: kakak pembina, kakak bantara, kakak pelatih, bapak dan ibu guru, kakak mahasiswa PPL dari IKIP PGRI Semarang dan Universitas Muria Kudus, serta kakak-kakak paradis yang turut hadir di sini demi kalian. Jangan pernah berpikir atau menganggap kalau kami ingin membuat kalian tidak senang. Percayalah bahwa apapun yg kami lakukan kepada kalian adalah dengan tujuan agar kalian lebih bisa mandiri, tidak manja, dan tidak lagi bersikap kekanak-kanakan.
Adik-adik…
Dalam nuansa keheningan malam.
Diantara lirihnya hembusan angin dan kemilaunya cahaya bintang.
Adalah jiwa-jiwa kita.
Yang kembali meniti detak waktu, yang telah terlampau.
Sejenak menjernihkan hati, dalam kepasrahan pada yang Maha Kuasa.
Adik-adik
Pada malam ini di tengah kesunyian ini,  kakak ingin mengajak adik-adik berpikir jernih, sambil merenung kembali perjalanan kehidupan ini, sejak adik-adik dapat membedakan antara yang benar dan yang salah hingga saat ini, renungkan perjalanan kehidupan yang telah adik-adik lalui, kakak yakin adik-adik akan menemui jalan yang terbaik untuk mengenal diri sendiri dan menjadi Pramuka sejati.
Adik-adik …
Di tengah malam yang gelap ini, cobalah adik adik merenung kembali perjalanan hidup ini dari sejak adik-adik lahir hingga saat ini, apa saja yang telah adik-adik perbuat untuk membalas jasa dan pengorbanan kedua orang tua kita, yang telah bersusah payah membesarkan kita; membanting tulang dengan tidak peduli siang atau malam, hujan, dan panas, walau harus pakaian basah kering di badan, terkadang harus mencucurkan air mata menahan kepedihan menghadapi hidup ini, meskipun harus tertawa ditengah kesedihan saat kita berada ditengah mereka, padahal mereka sakit tapi tak pernah dihiraukan kesakitannya, asalkan mereka dapat membesarkan dan membuat anak-anaknya bahagia, walupun harus jiwa yang menjadi taruhannya, pernahkan adik-adik rasakan dan terpikirkan hal ini itu? Cobalah renungkan…! dan cobalah  bayangkan...!
 Saat adik-adik mempersiapkan kegiatan PAB ini, tentunya tidak lepas dari orang tua. Adik-adik bisa berkumpul disini karena restu dari orang tua. Apapun kalian masih tergantung pada orang tua. Mereka di rumah memendam rasa rindu kepada kalian. Tapi, apa kalian rindu dengan mereka? Di setiap waktu mereka selalu berdoa agar kalian diberikan keselamatan. Apa itu juga kalian lakukan? Apa kalian mendoakan mereka? Kita sebagai seorang anak, wajib untuk menghormati kedua orang tua kita. Terutama pada ibu kita. Ingat! Surga itu ada di telapak kaki ibu.
Ibu adalah sosok wanita yang sangat tegar dan penuh pengorbanan. Di saat kita masih di dalam kandungan seorang ibu, kita sudah diberi kasih sayang yang begitu besar olehnya. Selama 9 bulan lebih seorang ibu mengandung anaknya tanpa ada rasa pamrih. Dan dengan perjuangan seorang ibulah kita dapat terlahir di dunia ini dengan taruhan nyawa sekalipun. Setelah kita di lahirkan dan setelah itu ibu juga yang merawat dan membesarkannya dengan ikhlas. Disaat kita menangis di tengah malam ibu bangun dan menimang kita dengan penuh kasih sayang. Disaat kita berlatih berjalan, namun kita terjatuh dan menangis. Apa yang dilakukan ibu? Ia mengendong dan menenangkan kita.
Apakah kalian teringat saat kalian diajak oleh ibu kalian pergi ke suatu tempat, dan kalian menginginkan sesuatu. Kalian tak pernah perdulikan seberapa uang ibu kalian. Dan ibu pun, tak akan mengeluh, dan tak akan menceritakannya kepada kalian bahwa uangnya terbatas. Namun malahan ia tetap membelikan kalian, sesuai yang kalian minta. Disaat kalian melakukan kesalahan, dan membuat ibu marah kepada kalian. Itu bukan tanda ibu tak sayang, melainkan ibu sangat sayang kepada kalian. Ibu ingin yang terbaik untuk kalian. Ibu ingin kalian tak berada di jalan yang salah.
Masihkah kalian ingat itu semua? Sudahkah kalian berterima kasih kepada ibu kalian? Sudahkah kalian mohon ampun kepada ibu kalian? Sungguh, banyak sekali pengorbanan seorang ibu kepada anaknya. Tetapi mengapa seorang anak yang sudah tumbuh besar dan dewasa tidak mau berbakti kepada ibunya? Apakah mereka merasa dirinya itu tidak lagi membutuhkan seorang ibu yang telah membesarkannya dari kecil ? Kasih sayang dan pengorbanan seorang ibu tak akan pernah tergantikan oleh apa dan akan ada untuk anaknya selamanya meskipun anaknya tak berbakti kepadanya. Sungguh sangat besar pengorbanan seorang ibu kepada anaknya maka dari itu kita jangan sampai melukai hati seorang ibu yang telah banyak berkorban untuk kita. Kakak berharap, setelah nanti kalian sampai dirumah mintalah maaf, berterima kasihlah, dan peluk ibu kalian.
Selain sosok ibu yang berarti dalam hidup kita adalah Guru. Perjuangan seorang guru tidak dapat dinilai dengan apapun. Guru merupakan seseorang yang sangat berjasa dalam menuntut ilmu. Gurulah yang membimbing, mengajar hingga kita bisa membaca dan menulis. Senyum indah selalu menghiasi wajahnya. Dia mengisi dengan kesabarannya. Hilang dahagaku yang haus akan ilmu. Jika disaat dia mengajar di depan kelas, namun murid-muridnya tak memperhatikannya, tapi dia tetap sabar. Meskipun ia mengerutkan wajahnya, itu pun tetap dirangkai dengan senyumnya. Tahukah kalian, betapa susahnya, betapa beratnya, dan begitu besarnya perjuangan seorang guru? Jangan pernah kalian coba untuk sakiti hati seorang guru, apalagi membuat ia kecewa dan marah pada kalian!!! Dia yang mengajari banyak hal tentang ilmu pengetahuan maupun ilmu pekerti. Memberi semangat pada kita itulah dia. Dia sangat berjasa dan sangat berpengaruh pada hidup kita. Tanpa guru dunia ini akan hampa. Maka jangan pernah sakiti guru kalian sampai kapanpun. Patuhilah apa yang ia perintahkan !!! Guru bekerja dengan penuh ketulusan jiwa dan memberikan ilmunya dengan penuh kasih sayang.
Adik-adik, di sinilah kalian berada. Di almamater SMA 1 Bae. Sebuah sekolah yang diidam-idamkan oleh setiap siswa. Namun banyak diantara mereka yang tidak bisa terdaftar menjadi siswa di alamamater ini. Kalian sudah berada di tempat yang diidam-idamkan banyak orang. Apakah masih ada alasan bagimu untuk tidak serius dalam belajar disini? Di sini kalian di tempa, di sini juga kalian dididik. Maka bersungguh-sungguhlah dalam belajar, dan cintailah almamatermu ini seperti halnya kalian mencintai diri kalian sendiri.
            Adik-adik, kakak menyadari dan yakin sekali tidak ada di dunia ini yang bernama insan itu luput dari kekhilafan dan kesalahan, karena pada dasarnya kita adalah hamba Allah yang lemah penuh dengan kekurangan, tidak ada apa yang bisa kita banggakan di mata Allah, untuk itu kakak mengharap bangkitlah dari lamunan panjangmu yang penuh dengan hayalan, hidup ini pada hakikatnya adalah kenyataan, hadapi dengan kebesaran jiwa, dan sadarlah akan kelemahan diri sendiri, akui jika itu salah, sambil memperbaikinya untuk kemajuan masa depan mu, jalanilah dengan niat yang tulus serta ikhlas dari lubuk hati yang mendalam  dengan hanya mengharapkan ridho dari Allah SWT bukan karena siapa-siapa, bukankah adik-adik tahu bahwa di samping  kanan dan kiri adik-adik ada pengawas dari Allah yang tak pernah  tidur yang selalu mengawasi  gerak  gerik adik-adik. Berawal dari sinilah kakak serahkan semuanya kepada adik-adik  untuk  tetap  percaya diri dengan mengamalkan kode etik Gerakan Pramuka yang tertuang dalam Dasa Darma Pramuka.
Adik-adik yang saya banggakan, masa depan bangsa dan negara berada di tangan kalian. Negara bisa maju adalah karena generasi mudanya. Maka bekalilah hidupmu dengan ilmu yang cukup dan akhlak yang mulia. Agar kalian menjadi:
Generasi yang tangguh dan berkualitas,
Generasi yang pelopor, bukan pengekor;
Generasi yang penggerak, bukan penggertak;
Generasi yang perintis, bukan pewaris;
Generasi yang punya karakter, bukan yang karaten;
Generasi yang luar biasa, bukan biasa di luar;
Generasi yang ahli dzikir, ahli fikir, ahli ikhtiar;
Generasi yang taqwa, cerdas, terampil;
Genarasi yang sensitif, kreatif, produktif;
Mampu menghadapi masalah mentalitas, moralitas, dan kriminalitas;
Akhliyah, kholbiyah, jasadiahnya terpadu;
Raga, rasa, rasio menyatu;
Pintar olah raga, pintar olah rasa, pintar olah rasio.
Adik-adik semua, dengan penuh kesadaran selaku hamba yang lemah, marilah kita memohon perlindungan kepada Allah, agar diampuni segala kesalahan yang telah kita perbuat selama ini, dan marilah kita berjanji pada diri kita sendiri dengan tulus dan ikhlas untuk tidak mengulangi kesalahan yang telah kita perbuat selama ini. Dan semoga rahmat Allah senatiasa tercurah untuk kita semua. Amin…

Penjelasan Tentang Nama ALLAH (Al-Aziz)

﴿ شرح اسم من أسماء الله الحسنى: العزيز ﴾
]  Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي
Karya: Dr. Amin bin Abdullah asy-Syaqawi
Terjemah : Muzaffar Sahidu
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad
2010 - 1431
﴿ شرح اسم من أسماء الله الحسنى: العزيز ﴾
« باللغة الإندونيسية »
تأليف: د. أمين بن عبد الله الشقاوي
ترجمة: مظفر شهيد
مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو
2010 - 1431
Penjelasan Tentang Salah Satu Asmaul Husna (Al-Aziz)
Segala puji hanya bagi Allah SWT, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW, dan aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad saw adalah hamba dan utusan -Nya… Amma Ba’du:
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim pada sebauh hadits dari Abi Hurairah RA bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Allah SWT memiliki sembilan puluh sembilan nama, tidaklah seseorang menghafalnya/menjaganya kecuali dia akan masuk surga, dan Dia ganjil serta senang dengan bilangan yang ganjil[1], di dalam sebuah riwayat disebutkan: “Dan barang siapa yang menghitungnya maka dia akan masuk surga”.[2]
Di antara nama-nama Allah SWT yang baik adalah Al-Aziz, Al-Qurthubi berkata, “Al-Aziz artinya (yang kuat, yang tidak dijangkau dan tidak pula dikalahkan)[3]. Ibnu Katsir berkata, “Al-Aziz, yaitu yang menundukkan segala sesuatu dan mengalahkannya, yang menaklukkan segala sesuatu maka tidak seorangpun yang dapat menghina karena kekuatan, keagungan, keperkasaan dan kebesaran yang dimilikinya.[4]
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, “Al-Izzah mengandung tiga hal:
1.   Mulia dengan kekuatan, makna ini ditunjukkan oleh asma Allah Al-Qowwi dan Al-Matiin.
2.   Mulia dengan kekokohan, Dia adalah Allah Zat Yang Maha Kaya. Dia tidak membutuhkan seorangpun dan tidak seorangpun yang mampu memberikan kemudharatan bagi -Nya atau memberikan manfaat kepada -Nya, Dia-lah Allah Yang Maha Kuasa memberikan manfaat dan mudharat, yang memberi dan mencegah.
3.   Mulia karena Dia mampu menundukkan segala sesuatu, mengalahkan segala hal, semuanya tunduk bagi Allah SWT dan takluk pada kebesaran-Nya, pasrah pada semua kehendak-Nya, tidak ada sesuatu apapun bergerak di alam ini kecuali dengan kekuasaan dan kekuatan Allah SWT[5] Sebagian mereka berkata, “Kata Al-Aziz di dalam Al-Qur’an disebutkan sejumlah tujuh puluh dua kali. Allah SWT berfirman:
           البقرة: ٢٦٠
          Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (QS. Al-Baqarah; 260).
          Allah SWT berfirman:                                            
     آل عمران: ٤
          dan Allah Maha Perkasa lagi mempunyai balasan (siksa). (QS. Ali Imron: 4).
          Dan Allah SWT juga berfirman:                 
                   يس: ٣٨                     
          Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. QS. Yasin; 38.
Di antara manfaat yang didapatkan dengan beriman kepada nama  Allah SWT  ini adalah:
1)           Beriman kepada Allah SWT di mana di antara nama -Nya adalah Al-Aziz yang berarti tidak akan pernah dikalahkan, ditundukkan. Beriman kepada nama ini akan menanamkan rasa berani dan kepercayaan kepada Allah SWT, sebab makna yang tersirat dari nama ini adalah bahwa tidak seorangpun yang mampu mencegah dan menolak perintah Allah SWT, dan apapun yang dikehendaki-Nya pasti akan terjadi sekalipun seluruh manusia tidak menghendakinya dan segala sesuatu yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan pernah terjadi sekalipun seluruh manusia mengharapkannya terjadi . Dan seorang yang merenungkan kisah-kisah para nabi dan rasul akan melihat kejelasan perkara tersebut, seperti kisah Nabi Musa Alaihis salam, pada saat Fir’aun berupaya mencegah terlahirnya seorang bayi laki-laki (yang akan mengambil kekuasaannya), dia memerintahkan untuk membunuh seluruh bayi laki-laki  bani Israil yang terlahir, sebab dia telah mengetahui bahwa bayi yang akan mencabut kekuasaannya akan terlahir dari kaum bani Israil, namun Allah Yang Maha Mulia enggan kecuali menyempurnakan cahaya -Nya, sekalipun orang-orang kafir merasa benci. Maka Musapun terlahir dan besar di dalam istana Fir’aun, di dalam rumahnya, dalam pengawasannya lalu pada saat dia berusaha membunuhnya maka Allah-pun membinasakan Fir’aun, berserta panglima tinggi militernya, Haman dan seluruh tentaranya. Dan banyak lagi kisah-kisah yang lain.[6]
2)           Orang yang mulia di dunia dan akherat adalah orang yang dimuliakan oleh Allah. Allah SWT berfirman:
                                                   آل عمران: ٢٦  
          Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Ali Imron: 26)
          Maka barangsiapa yang menginginkan kemuliaan maka hendaklah dia memintanya dari Allah SWT Yang memiliki kemuliaan. Allah Ta’ala berfirman:
                               فاطر: ١٠
          Barang siapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. (QS. Fathir: 10).
          Artinya barangsiapa yang ingin  menjadi mulia di dunia dan akherat maka hendaklah dia selalu taat kepada Allah SWT, dengan itu segala keinginannya akan tercapai sebab Dia yang menguasai dunia dan akherat, segala kemuliaan menjadi milik Nya. Allah telah mencela suatu kaum yang mencari kemuliaan kepada selain Allah, mereka menjadikan musuh-musuh Allah, dari orang-orang sebagai wali mereka, mereka menyangka bahwa inilah jalan dan jalur menuju kemuliaan itu. Allah SWT berfirman:
         النساء: ١٣٩
             (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah. (QS. Al-Nisa’: 139)
          Semakin tinggi ketaatan seseorang maka semakin besar kemuliaannya, orang yang paling mulia adalah para nabi, kemudian orang-orang yang lebih rendah dari mereka, yaitu golongan orang-orang yang beriman yang mengikuti para nabi itu.
          Fakhruddin Al-Rozi berkata, “Dan kemuliaan seseorang tergantung pada ketinggian mereka dalam beragama, maka setiap kali sifat ini lebih sempurna maka dorongan kepada yang negatif akan lebih sedikit dan dia akan lebih mulia dan lebih tinggi.[7]
          Allah SWT berfirman:
        المنافقون: ٨
          Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, (QS. Al-Munafiqun: 139)
          Nabi Muhammad SAW bersabda kepada kaum Anshar: “Tidakkah dulunya kalian adalah kaum yang hina kemudian dimuliakan oleh Allah?”.[8]
          Amirul mu’minin Umar bin Khattab berkata, “Kita adalah kaum yang dimuliakan oleh Allah dengan Islam, bagaimanapun usaha kita untuk mencari kemuliaan dengan selain Islam maka kita akan dibuat hina oleh Allah”.[9]
          Dan di antara dio’a yang selalu dilantunkan oleh ulama salaf adalah:
«اللهم أعِزَّنا بطاعتك، ولا تُذِلَّنا بمعصيتك»
          Ya Allah muliakan kami dengan ketaatan kepada-Mu dan janganlah hinakan kami dengan kemaksiatan kepada -Mu.[10]
Maka orang yang taat  akan hidup mulia, dan pelaku maksiat hidup terhina. Oleh karena itu Nabi Muhammad SAW bersabda di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad di dalam musnadnya dari Ibnu Umar, “Dan Allah SWT menjadikan kehinaan dan kehinaan pada orang yang menyalahi perintahku”.[11]
3)           Kita meminta kepada Allah Ta’ala dan bersimpuh di hadapannya dengan nama yang agung ini, yaitu nama Al-Aziz. Diriwayatkan oleh Al-Turmudzi dalam sunannya dari Anas RA bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Apabila engkau mengeluhkan suatu penyakit maka letakkanlah tanganmu pada bagian tubuh yang sakit lalu bacalah:
«بسم الله، أعوذ بعزَّة الله وقدرته من شرما أجِد من وجعي هذا»
          “Dengan menyebut nama Allah, aku berlindung dengan kekuatan Allah dan kekuasaan -Nya dari keburukan yang aku rasakan pada penyakitku ini”. Kemudian hendaklah dia mengangkat tangannya dan ulangilah hal itu dalam jumlah yang ganjil”.[12]
          Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas RA bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda,
«اللهم إني أعوذ بعِزَّتك لا إله إلا أنت أن تُضِلَّني، أنت الحي الذي لا يموت والجن والإنس يموتون»
          “Ya Allah aku berlindung dengan kekuatan -Mu, tidak ada Tuhan yang patut disembah dengan sebenarnya kecuali Dirimu, janganlah sesatkan aku ini, Engakau Maha Hidup sementara jin dan manusia akan mati semua”.[13]
4)           Di antara sebab kemuliaan seseorang dan kedudukannya yang tinggi adalah memaafkan  dan merendahkan diri. Diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tidaklah suatu harta itu berkurang karena shedekah, dan tidaklah Allah SWT menambahkan bagi seorang hamba yang bersifat pemaaf kecuali dengan kemuliaan, dan tidaklah seorang hamba merendah diri kecuali Allah akan mengangkatnya”.[14] Maka barangsiapa yang memaafkan kesalahan seseorang padahal dia mampu membalas maka dia akan menjadi orang yang besar di dalam hati saat hidup di dunia ini dan di akherat dia akan mendapat pahala yang besar dari Allah. Begitu pula sikap merendah diri, dia adalah kedudukan yang tinggi di dunia dan akherat.
5)           Apa yang menimpa kaum muslimin berupa kelemahan, kehinaan, kerendahan dan tertinggal dari umat yang lain pada zaman sekarang ini adalah sebab langsung dari dosa-dosa dan kemaksiatan mereka, mereka menjauhi agama Allah SWT, seandainya mereka berpegang degan ajaran agama ini dan mengamalkan apa yang ada padanya maka Allah SWT pasti memuliakan dan menolong mereka atas musuh-musuh mereka, dan umat Islam pasti menjadi pemimpin dunia, bangsa-bangsa seperti yang terjadi pada para shahabat radhiallahu anhum, di mana kemenangan-kemenangan mereka telah mencapai belahan timur dan barat dunia. Allah SWT berfirman:
                    ﭿ                  النور: ٥٥
          Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di
antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia
sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (QS. Al-Nur: 55).
          Diriwayatkan oleh Ahmad di dalam musnadnya dari hadits Tamim Ad-Dari bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sesungguhnya perkara agama ini pasti sampai meliputi apa yang diliputi oleh siang dan malam dan Allah SWT tidak meninggalkan satu rumah pun baik di perkotaan atau pedesaan kecuali Allah akan memasukkan padanya perkara agama ini dengan menguatkan orang yang mulia dan menghinakan orang yang hina, yaitu kemuliaan yang dengan Islam menjadi mulia dan kehinaan yang dengan kekufuran menjadi terhina.
Tamim Ad-Dari berkata, “Aku telah mengetahui realita ini dari keluargaku, sebab orang yang telah masuk Islam dari mereka mendapat kebaikan, kemuliaan dan kekuatan sementara orang yang kafir dari mereka mendapat kehinaan, kerendahan dan diwajibkan membayar jizyah.[15]
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad saw dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.


[1] Al-Bukhari: 6410 dan Muslim: 2677
[2] Al-Bukhari: no: 7392
[3] Tafsir Al-Qurthubi: 2/131
[4] Tafsir Ibnu Katsir: 4/343
[5] Mausu’ah Nadhratun Na’im: 7/2821-2822
[6] Al-Minhjul Asma fi syarhi Asmaillhil Husna: An Najdi: 1/136
[7] Al-Minhajul Asma fi syarhi ayatillahil husna: 1/1400
[8] Musnad Imam Ahmad 3/56 dan asalnya terdapat di dalam ashihaini.
[9] Mustadrokul hakim: 1/130
[10] Al-Jawabul Kafi, halaman: 53
[11] Musnad Imam Ahmad: 2/92
[12] Al-Turmudzi di dalam sunannya: no: 3588
[13] Bagian dari hadits riwayat Al-Bukhari no: 7383 dan Muslim,: no: 2717
[14] Muslim, no: 2586
[15] Musnad Imam Ahmad bin Hambal: 4/103