Puisi baru tidak
sama dengan puisi lama. Isi, bentuk, irama, dan bentuk persajakanyang terdapat
dalam Puisi puisi lama sudah berubah pada puisi baru. Terutama mengenai isi
pada puisi baru, isinya pun dilukiskan dalam bahasa yang bebas dan lincah.
Berdasarkan
jumlah baris dalam kalimat pada setiap baitnya, puisi baru dibagi
dalam
beberapa bentuk puisi, yaitu:
a. Sajak dua
seuntai atau distikon
b. Sajak
tiga seuntai atau terzina
c. Sajak
empat seuntai atau quatrain
d. Sajak
lima seuntai atau quint
e. Sajak
enam seuntai atau sektet
f. Sajak
tujuh seuntai atau septima
g. Sajak
delapan seuntai atau oktaf atau stanza
(note:penjelasan ada di bawah)
Puisi baru
selain dibagi berdasarkan jumlah baris yang terkandung dalam tiaptiap baitnya,
juga dibagi berdasarkan isi yang terkandung di dalamnya. Bentukbentuk puisi
baru yang dibagi berdasarkan isi yang terkandung di dalamnya adalah sebagai
berikut.
1. Ode,
yaitu sajak yang berisikan tentang puji-pujian pada pahlwan, atau sesuatu yang
dianggap mulia.
2. Himne,
yaitu puisi atau sajak pujian kepada Tuhan yang Mahakuasa. Himne disebut juga
sajak Ketuhanan.
3. Elegi,
yaitu puisi atau sajak duka nestapa.
4. Epigram,
yaitu puisi atau sajak yang mengandung bisikan hidup yang baik dan benar,
mengandung ajaran nasihat dan pendidikan agama.
5. Satire,
yaitu sajak atau puisi yang mengecam, mengejek, menyindir dengan kasar
(sarkasme) kepincangan sosial atau ketidakadilan yang terjadi dalam masyarakat.
6. Romance,
yaitu sajak atau puisi yang berisikan cerita tentang cinta kasih, baik cinta
kasih kepada lawan jenis, bangsa dan negara, kedamaian,dan sebagainya.
7. Balada,
yaitu puisi atau sajak yang berbentuk cerita.
Selain
bentuk-bentuk puisi di atas, pada puisi baru juga terdapat satu bentuk puisi
yang lain, yaitu soneta.
Penjelasan:
a.
Distikon (Distichon)
Distikon
adalah sajak yang terdiri atas dua baris kalimat dalam setiap baitnya, bersajak
a-a.
Contoh:
Berkali
kita gagal
Ulangi
lagi dan cari akal
Berkali-kali
kita jatuh
Kembali
berdiri jangan mengeluh
(Or.
Mandank)
b.
Terzina
Terzina atau
sajak tiga seuntai, artinya setiap baitnya terdiri atas tiga buah kalimat.
Terzina dapat bersajak a-a-a; a-a-b; a-b-c; atau a-b-b.
contoh:
BAGAIMANA
Kadang-kadang
aku benci
Bahkan
sampai aku maki
........
diriku sendiri
Seperti aku
menjadi
seteru
........
diriku sendiri
Waktu itu
Aku ........
seperti
seorang lain dari diriku
Aku tak puas
sebab itu
aku menjadi buas
menjadi buas
dan panas
(Or.
Mandank)
c.
Quatrain
Quatrain
adalah sajak empat seuntai yang setiap baitnya terdiri atas empat buah kalimat.
Quatrain bersajak a-b-a-b, a-a-a-a, atau a-a-b-b.
contoh:
MENDATANG-DATANG
JUA
Mendatang-datang
jua
Kenangan
lama lampau
Menghilang
muncul jua
Yang dulu
sinau silau
Membayang
rupa jua
Adi kanda
lama lalu
Membuat hati
jua
Layu lipu
rindu-sendu
(A.M.
Daeng Myala)
d.
Quint
Quint adalah
sajak atau puisi yang terdiri atas lima baris kalimat dalam setiap baitnya.
Quint bersajak a-a-a-a-a.
contoh:
HANYA
KEPADA TUAN
Satu-satu
perasaan
Yang saya
rasakan
Hanya dapat
saya katakan
kepada Tuan
Yang pernah
merasakan
Satu-satu
kegelisahan
Yang saya
rasakan
Hanya dapat
saya kisahkan
kepada Tuan
Yang pernah
di resah gelisahkan
Satu-satu
desiran
Yang saya
dengarkan
Hanya dapat
saya syairkan
kepada Tuan
Yang pernah
mendengarkan desiran
Satu-satu
kenyataan
Yang saya
didustakan
Hanya dapat
saya nyatakan
kepada Tuan
Yang enggan
merasakan
(Or.
Mandank)
e.
Sektet (Sextet)
Sektet
adalah sajak atau puisi enam seuntai, artinya terdiri atas enam buah kalimat
dalam setiap baitnya. Sektet mempunyai persajakan yang tidak beraturan. Dalam
sektet, pengarangnya bebas menyatakan perasaannya tanpa menghiraukan persajakan
atau rima bunyi.
Contoh:
MERINDUKAN
BAGIA
Jika
hari’lah tengah malam
Angin
berhenti dari bernafas
Alam seperti
dalam samadhi
Sukma jiwaku
rasa tenggelam
Dalam laut
tidak terwatas
Menangis
hati diiris sedih
(Ipih)
f.
Septima
Septima
adalah sajak tujuh seuntai yang setiap baitnya terdiri atas tujuh buah kalimat.
Sama halnya dengan sektet, persajakan septima tidak berurutan.
Contoh:
API
UNGGUN
Diam tenang
kami memandang
Api unggun
menyala riang
Menjilat
meloncat menari riang
Berkilat-kilat
bersinar terang
Nyala api nampaknya
curai
Hanya satu
cita dicapai
Alam nan
tinggi, sunyi, sepi
(Intojo)
g.
Oktaf/Stanza
Stanza
adalah sajak delapan seuntai yang setiap baitnya terdiri atas delapan buah
kalimat. Stanza disebut juga oktaf. Persajakan stanza atau oktaf tidak berurutan.
Contoh:
PERTANYAAN
ANAK KECIL
Hai
kayu-kayu dan daun-daunan!
Mengapakah
kamu bersenang-senang?
Tertawa-tawa
bersuka-sukaan?
Oleh angin
dan tenang, serang?
Adakah angin
tertawa dengan kami?
Bercerita
bagus menyenangkan kami?
Aku tidak
mengerti kesukaan kamu!
Mengapa kamu
tertawa-tawa?
Hai kumbang
bernyanyi-nyanyi!
Apakah yang
kamu nyanyi-nyanyikan?
Bunga-bungaan
kau penuhkan bunyi!
Apakah yang
kamu bunyi-bunyikan?
Bungakah itu
atau madukah?
Apakah?
Mengapakah? Bagaimanakah?
Mengapakah
kamu tertawa-tawa?
(Mr. Dajoh)
h.
Soneta
Soneta berasal
dari kata Sonetto dalam
bahasa Italia yang terbentuk dari kata latin Sono yang berarti ‘bunyi’
atau ‘suara’. Adapun syarat-syarat soneta (bentuknya yang asli) adalah sebagai
berikut.
•
Jumlah baris ada 14 buah.
•
Keempat belas baris terdiri atas 2 buah quatrain dan 2 buah terzina.
•
Jadi pembagian bait itu: 2 × 4 dan 2 × 3.
•
Kedua buah kuatrain merupakan kesatuan yang disebut stanza atau
oktaf.
•
Kedua buah terzina merupakan kesatuan, disebut sextet.
• Octav berisi
lukisan alam; jadi sifatnya objektif.
• Sextet
berisi curahan, jawaban, atau kesimpulan sesuatu yang dilukiskan dalam oktaf;
jadi sifatnya subjektif.
• Peralihan
dari oktaf ke sektet disebut volta.
• Jumlah
suku kata dalam tiap-tiap baris biasanya antara 9 dan 14 suku kata.
• Rumus dan
sajaknya a-b-b-a,
a-b-b-a, c-d-c, d-c-d.
Lama
kelamaan para pujangga tidak mengikuti syarat-syarat di atas.
Pembagian
atas bait-bait, rumus sajak serta hubungan isinya pun mengalami perubahan. Yang
tetap dipatuhinya hanyalah jumlah baris yang 14 buah itu saja. Bahkan acapkali
jumlah yang 14 baris dirasa tak cukup oleh pengarang untuk mencurahkan
angan-angannya. Itulah sebabnya lalu ditambah beberapa baris
menurut
kehendak pengarang. Tambahan itu disebut Cauda yang berarti ekor. Karena itu,
kini kita jumpai beberapa kemungkinan bagan. Soneta Shakespeare, misalnya
mempunyai bagan sendiri mengenai soneta-soneta gubahannya,
yakni:
Pembagian
baitnya : 3 × 4 dan 1 × 2.
Sajaknya : a-b-a-b,
c-d-c-d, e-f-e-f, g-g.
Demikian pula
pujangga lain, termasuk pujangga soneta Indonesia mempunyai
cara pembagian bait serta
rumus-rumus sajaknya sendiri.
Contoh:
GEMBALA
Perasaan
siapa ta’kan nyala (a)
Melihat anak
berlagu dendang (b)
Seorang saja
di tengah padang (b)
Tiada
berbaju buka kepala (a)
Beginilah
nasib anak gembala (a)
Berteduh di
bawah kayu nan rindang (b)
Semenjak
pagi meninggalkan kandang (b)
Pulang ke
rumah di senja kala (a)
Jauh sedikit
sesayup sampai (a)
Terdengar
olehku bunyi serunai (a)
Melagukan
alam nan molek permai (a)
Wahai
gembala di segara hijau (c)
Mendengarkan
puputmu menurutkan kerbau (c)
Maulah aku
menurutkan dikau (c)
No comments:
Post a Comment